Khamis, 28 Oktober 2010

Cinta, rindu dan kasih-sayang....

Bismillahirahmanirahim, Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh...Alhamdulillah syukur kita ke hadrat Illahi kerana dengan izin dan limpah kurniaanNya dapat kita merasai nikmat dan anugerah yang paling besar iaitu nikmat Islam dan Iman. Dalam menempuhi hari-hari yang mendatang pelbagai cubaan dan dugaan yang dizahirkan dalam proses memantapkan perjalanan seorang hamba dalam menjalankan tugas dan amanah yang diserahkan pada setiap anak adam sebelum lahirnya ke dunia. Tidak lain dan tidak bukan hanyalah taat dan patuh pada perintah Nya serta buat apa yang disuruh dan meninggalkan apa yang dilarang olehNya.




Dengan lafaz bismillahirahmanirahim hamba memulakan suatu coretan yang tak bisa hamba fikirkan hanyalah gerak ilham kuniaan Mu wahai Rabbul Alamin, semoga tiada unsur yahudi dan nasrani dalam coretan hamba mu ini. Cinta, rindu dan kasih-sayang menjadi suatu sumber aspirasi ku pada penulisan kali ini. Apabila menyentuh berkaitan dengan perkara ini pasti terlintas difikiran kita berkenaan dengan cinta, rindu dan kasih sayang antara seorang lelaki dan perempuan, si suami dan si isteri, si anak kepada kedua ibu bapanya, begitulah sebaliknya kedua ibu bapa pada anak-anak mereka. Akan tetapi apa yang ingin hamba bicarakan kali ini adalah berkenaan dengan cintanya seorang hamba pada tuannya. Cinta, rindu dan kasih sayang seorang hamba pada tuhannya.


Cinta, rindu dan kasih sayang seorang hamba pada Tuhannya sukar untuk dihuraikan kerana perkara ini melibatkan suatu perasaan yang sukar untuk diluahkan dengan kata-kata kecuali seseorang itu melaluinya. Untuk melaluinya pula seseorang itu perlu dibimbing oleh mereka yang arif dalam perkara ini. Untuk mencari mereka yang arif dalam bidang ini juga adalah dengan rahmatnya jua. Hanya hamba-hamba yang benar-benar berusaha untuk mengenalinya sahaja akan dibuka jalan untuk mencintainya sepenuh jiwa dan raga.


Allah SWT berfirman :


. . . يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهُ . . .


Ertinya :
" . . . yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai Allah . . . "(Al Maa'idah : 54)


Juga terlihat dalam firman berikut :

. . . وَالَّذِيْنَ آمَنُوْاَشَدُّحُبًّالِلَّهِ . . .


Ertinya :
" . . . adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya terhadap Allah . . . "
(Al Baqarah : 165)





Firman tersebut merupakan sebuah dalil terhadap tetapnya rasa cinta dan bertingkatnya rasa tersebut. Rasulullah Muhammad SAW telah menjadikan mahabbah terhadap Allah SWT sebagai sebuah syarat iman dalam berbagai hadis. Diceritakan :


اِذْقَالَ اَبُوْرَزِّيْنَ الْعُقَيْلِى: يَارَسُوْلَ اللَّهِ: مَاالاِْيْمَانُ؟


قَالَ: اَنْ يَكُوْنَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْكَ مِمَّا سِوَا هُمَا


Ertinya :
" Ketika Abu Rozin al 'Uqayli(1) bertanya : "Wahai Rosululloh, apakah iman itu?", Rasulullah SAW menjawab : "Jika Allah dan RasulNya lebih engkau cintai ketimbang selain keduanya."" (HR. Ahmad dengan tambahan di awalnya (Al Iraqi)


Sementara dalam hadis lain disebutkan :


لاَيُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ اَحَبُّ اِلَيْهِ مِمَّاسِوَاهُمَا


Ertinya :
"Belumlah beriman salah seorang dari kalian, sampai Allah SWT dan rasulNya lebih dia cintai ketimbang selain keduanya". (HR. Bukhori dan Muslim (Al Iraqi))


dalam hadits yang lain dikatakan :


لاَيُؤْمِنُ الْعَبْدُ حتَّى اَكُوْنَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَ


Artinya :
"Belumlah beriman seorang hamba, sampai dia lebih cinta kepadaNya ketimbang keluarganya, hartanya dan semua manusia". Dalam sebuah riwayat : " . . . dan ketimbang dirinya sendiri".(HR. Bukhori dan Muslim (Al Iraqi))


Bagaimana tidak? Sementara Allah SWT telah berfirman :


قُلْ اِنْ كَانَءَابَآؤُكُمْ وَاَبْنَآؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالٌ

اقْتَرَفْتُمُوْهَاوَتِجَارَةٌتَخْشَوْنَ كَسَادَهَاوَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآاَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ

وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍفِى سَبِيْلِهِ فَتَرَبَّصُوْاحَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِاَمْرِهِ وَاللَّهُ لاَيَهْدِالْقَوْمَ

الْفَاسِقِيْنَ



Ertinya :
"Katakanlah : "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan (dari) berjihad di jalanNya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan- Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik". (At Taubah : 24)


Dan semestinyalah semua itu akan berlaku dalam menghadapi penentangan dan pengingkaran. Rasulullah SAW telah memerintahkan cinta itu dalam sabdanya :


اَحِبُّ اللَّهَ لِمَايَعْبُدُوْكُمْ بِهِ مِنْ نِعَمِهِ وَاَحِبُّوْنِى لِحُبِّ اللَّهِ اِيَّايَ


Artinya :
"Cintalah kalian semua terhadap Allah SWT, terhadap apa yang kalian makan pagi ini dari berbagai kenikmatanNya. Dan cintalah kalian kepadaku, karena cinta Allah terhadapku." (HR. Tirmidzi berkata : "Hasan ghorib" (Al Iraqi))


Diriwayatkan :


اَنَّ رَجُلاً قَالَ : يَارَسُوْلَ اللَّهِ اِنِّى اُحِبُّكَ فَقَالَ : اِسْتَفِدَّ لِلْفَقْرِ

فَقَالَ : اِنِّى اُحِبُ اللَّهَ تَعَالَى فَقَالَ : اِسْتَفِدَّ لِلْبَلاَءِ


Artinya :
"Sesungguhnya seorang lelaki berkata : "Wahai rasulullah, sesungguhnya aku mencintaimu." Maka beliau SAW bersabda : "Bersiap-siaplah untuk miskin." Kemudian dia berkata : "Sesungguhnya aku mencintai Allah SWT." Maka beliau bersabda : "Bersiaplah untuk suatu cubaan."" (HR. Tirmidzi berkata : "Hasan ghorib" (Al Iraqi))


وَجَاءَ اَعْرَابِىٌّ اِلَى النَّبِى فَقَالَ : يَارَسُوْلَ اللَّهِ مَتَى السَاعَةُ قَالَ : مَااعَدَّدْتَ لَهَا

فَقَالَ : مَااَعَدَّدْتُ لَهَاكَثِيْرَصَلاَةٍوَلاَصِيَامٍ اِلاَّاَنِّى اَحَبُّ اللَّهُ وَرَسُوْلُهُ

فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللَّهِ : اَلْمَرْءُمَعَ مَنْ اَحَبَّ

Artinya :
"Seorang bangsa Arab Badui datang kepada Rasulullah SAW, kemudian dia bertanya : "Wahai Rasulullah, bilakah hari kiamat itu?" Maka beliau SAW balik bertanya : "Apakah persiapanmu untuknya?" Dia menjawab : "Aku tidak bersiap untuknya dengan banyak sholat dan tidak pula puasa, hanya saja aku mencintai Allah dan rasulNya." Maka Rasulullah SAW berkata kepadanya : "Seseorang bersama dengan sesiapa yang dicintai."" (HR. Bukhori dan Muslim (Al Iraqi))


Sahabat Anas RA berkata : "Aku tidak melihat kaum muslimin bergembira dengan sesuatu, seperti kegembiraan mereka dengan hal itu." Abu Bakr RA berkata : "Barang siapa mencicipi kemurnian cinta Alloh SWT, maka hal itu akan menjadikannya berpaling dari memburu dunia dan hal itu akan menjadikannya gelisah dari semua manusia." Berkata Hasan Al Bashri : "Barang siapa mengenal Tuhannya, dia akan mencintaiNya. Dan barang siapa mengenal dunia, maka dia akan berzuhud di dalamnya. Sementara seorang yang beriman adalah mereka yang tidak bermain-main sampai terlupa, sehingga ketika dia berpikir dia telah bersedih."


(Sumber dalil daripada laman: http://www.kaskus.us/showthread.php?p=218043241)


Begitulah saudaraku untuk mencintai Rasul maka bersiap sedialah untuk miskin, maksudnya jalan seorang hamba itu adalah miskin dan hina. Kerana apabila seorang hamba itu mencintai Rasul dan Allah, segala yang didepan mata tidak lagi dipandangnya. Kita boleh merenungi kisah para sahabat Rasulullah ketika panggilan jihad untuk peperangan Tabuk;


Namun, tidak kurang juga hebatnya sokongan dari para sahabat-sahabat dan orang mukmin yang benar-benar telah beriman kpd Allah dan Rasul. Bapa Zaid b. Aslam dan Saidina Umar menghadiahkan separuh daripada harta mereka…bahkan Saidina Abu Bakar menginfakkan keseluruh hartanya…apabila ditanya oleh Rasulullah, “Apakah harta yg kamu tinggalkan untuk anak-anak dan isterimu?”, jawabnya “yang tinggal hanyalah Allah dan Rasul”.



Apabila kita meletakkan cinta kita pada Allah dan Rasul, dalam diri tiada lagi cinta pada dunia dan tiada lagi rasa khuwatir pada harta, pada keluarga dan sebagainya.


Kita juga boleh merenungi kisah sahabat-sahabat Rasulullah pada perang Tabuk tersebut, antaranya kisah Ka'ab bin Malik;



“Aku sama sekali tidak pernah gagal mengikuti semua peperangan bersama Rasululah saw, kecuali dalam perang Tabuk, sebab aku tidak ikut serta dalam perang Tabuk itu adalah karena kelalaian diriku terhadap perhiasan dunia. Ketika itu keadaan ekonomiku jauh lebih baik daripada hari-hari sebelumnya.


Demi Allah, aku tidak pernah memiliki barang dagangan lebih dari dua muatan unta, akan tetapi pada waktu peperangan itu aku memikinya. Sungguh, tidak pernah Rasullah SAW merencanakan suatu peperangan melainkan beliau merahsiakan hal itu, kecuali pada perang Tabuk ini.

Peperangan ini, Rasulullah SAW lakukan dalam kondisi panas terik matahari gurun yang sangat menyengat, menempuh perjalanan nan teramat jauh, serta menghadapi lawan yang benar-benar besar dan tangguh.


Jadi, rencananya jelas sekali bagi kaum muslimin untuk mempersiapkan diri masing-masing

menuju suatu perjalanan dan peperangan yang jelas pula.


Rasulullah saw. mempersiapkan pasukan yang akan berangkat. Aku pun mempersiapkan diri untuk ikut serta, tiba-tiba timbul pikiran ingin membatalkannya, lalu aku berkata dalam hati,

“Aku bisa melakukannya kalau aku mau!”


Akhirnya, aku terbawa oleh pikiranku yang ragu-ragu, hingga para pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah.


Aku lihat pasukan kaum muslimin mulai meninggalkan Madinah, maka timbul pikiranku untuk mengejar mereka, alang-alang mereka belum jauh.


Namun, aku tidak melakukannya, kemalasan menghampiri dan bahkan menguasai diriku.


Tampaknya aku ditakdirkan untuk tidak ikut serta. Akan tetapi, sungguh aku merasakan penderitaan batin sejak Rasulullah saw. meninggalkan Madinah.


Bila aku keluar rumah, maka di jalan-jalan aku merasakan keterasingan diri sebab aku tidak melihat orang kecuali orang-orang yang diragukan keislamannya.


Merekalah orang-orang yang sudah mendapatkan rukhshah atau izinAllah Ta’ala untuk uzur

atau kalau tidak demikian maka mereka adalah orang-orang munafik.

Padahal, aku merasakan bahawa diriku tidak termasuk keduanya. Konon, Rasulullah saw tidak menyebut-nyebut namaku sampai ke Tabuk. Setibanya di sana, ketika beliau sedang duduk-duduk bersama sahabatnya, beliau bertanya, “Apa yang dilakukan Ka’ab bin Malik?”


Seorang dari Bani Salamah menjawab,

“Ya Rasulullah, ia ujub pada keadaan dan dirinya!”


Mu’az bin Jabal menyangkal, “Buruk benar ucapanmu itu!

Demi Allah, ya Rasulullah,aku tidak pernah mengerti melainkan kebaikannya saja!”


Rasulullah saw. hanya terdiam saja.




Beberapa waktu telah berlalu, aku mendengar Rasulllah saw. kembali dari kancah jihad Tabuk. Ada dalam pikiranku berbagai desakan dan dorongan untuk membawa alasan palsu ke hadapan Rasulullah saw, bagaimana caranya supaya tidak terkena marahnya? Aku minta pandapat dari beberapa orang keluargaku yang terkenal berpikiran baik.


Akan tetapi, ketika aku mendengar Nabi saw, segera tiba di Madinah, lenyaplah semua pikiran jahat itu.


Aku merasa yakin bahwa aku tidak akan pernah menyelamatkan diri dengan kebatilan itu sama sekali.


Maka, aku bertekad bulat akan menemui Rasulullah saw, dan mengatakan yang sebenarnya.


Pagi-pagi, Rasulullah saw. memasuki kota Madinah. Sudah menjadi kebiasaan, kalau beliau kembali dari suatu perjalanan, pertama beliau akan masuk ke masjid dan solat dua rakaat.


Demikian pula usai dari Tabuk, selesai solat beliau kemudian duduk melayani tamu-tamunya.


Lantas, datanganlah orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk dengan membawa alasan masing-masing diselangi sumpah palsu untuk menguatkan alasan mereka.


Jumlah mereka kira-kira delapan puluhan orang.


Rasulullah saw. menerima alasan lahir mereka dan mereka pun memperbaharui baiat setia mereka.


Beliau memohonkan ampunan bagi mereka dan menyerahkan soal batinnya kepada Allah.


Tibalah giliranku, aku datang mengucapkan salam kepada beliau.

Beliau membalas dengan senyuman pula, namun jelas terlihat bahwa senyuman beliau memendam rasa marah.


Beliau kemudian berkata,

“Kemarilah!”


Aku pun menghampirinya, lalu duduk di hadapannya. Beliau tiba-tiba bertanya,

“Wahai Ka’ab, mengapa dirimu tidak ikut? Bukankah kau telah menyatakan baiat kesetianmu?”


Aku menjawab,“Ya Rasulullah!Demi Allah, Kalau di hadapan penduduk bumi yang lain, tentulah aku akan berhasil keluar dari amarah mereka dengan berbagai alasan dan dalil lainnya. Namun, demi Allah. Aku sadar kalau aku berbicara bohong kepadamu dan engkau pun menerima alasan kebohonganku, aku khawatir Allah akan membenciku. Kalau kini aku bicara jujur, kemudian karena itu engkau marah kepadaku, sesungguhnya aku berharap Allah akan mengampuni kealpaanku".


"Ya Rasululah saw., demi Allah, aku tidak punya uzur. Demi Allah, keadaan ekonomiku aku tidak pernah stabil dibanding tatkala aku tidak mengikutimu itu!”


Rasulullah berkata, “Kalau begitu, tidak salah lagi. Kini, pergilah kau sehingga Allah menurunkan keputusan-Nya kepadamu!”


Aku pun pergi diikuti oleh orang-orang Bani Salamah. Mereka berkata kepada ku, “Demi Allah. Kami belum pernah melihatmu melakukan dosa sebelum ini. Kau tampaknya tidak mampu membuat-buat alasan seperti yang lain, padahal dosamu itu sudah terhapus oleh permohonan ampun Rasulullah!”


Mereka terus saja menyalahkan tindakanku itu hingga ingin rasanya aku kembali menghadap Rasullah saw. untuk membawa alasan palsu, sebagaimana orang lain melakukannya.


Aku bertanya kapada mereka, “Apakah ada orang yang senasib denganku?”

Mereka menjawab, “Ya! Ada dua orang yang jawabannya sama dengan apa yang kau perbuat. Sekarang mereka berdua juga mendapat keputusan yang sama dari Rasulullah sebagaimana keadaanmu sekarang!”


Aku bertanya lagi, “Siapakah mereka itu?”


Mereka menjawab, “Murarah bin Rabi’ah Al-Amiri dan Hilal bin Umayah Al-Waqifi.”


Mereka menyebutkan dua nama orang soleh yang pernah ikut dalam perang Badar dan yang patut diteladani. Begitu mereka menyebutkan dua nama orang itu, aku bergegas pergi menemui mereka.


Tak lama setelah itu, aku mendengar Rasululah melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga, di antara delapan puluhan orang yang tidak ikut dalam perang tersebut.


Kami memencilkan diri dari masyarakat umum. Sikap mereka sudah lain kapada kami sehingga rasanya aku hidup di suatu negeri yang lain dari negeri yang aku kenal sebelumnya.


Kedua rakanku itu berdiam di rumah masing-masing menangisi nasib dirinya, tetapi aku yang paling kuat dan tabah di antara mereka.


Aku keluar untuk solat jamaah dan kaluar masuk pasar meski tidak seorang pun yang mau berbicara denganku atau menanggapi bicaraku.


Aku juga datang ke majilis Rasullah saw. sesudah beliau solat. Aku mengucapkan salam kepada beliau, sambil hati kecilku bertanya-tanya memperhatikan bibir beliau, “Apakah beliau menggerakkan bibirnya menjawab salamku atau tidak?”


Aku juga solat dekat sekali dengan beliau. Aku mencuri pandang melihat pandangan beliau.

Kalau aku bangkit mau solat, ia melihat kepadaku. Namun, apabila aku melihat kepadanya,

ia palingkan mukanya cepat-cepat.


Sikap dingin masyarakat kepadaku terasa lama sekali.


Pada suatu hari, aku mengetuk pintu pagar Abu Qaradah, saudara misanku dan ia adalah saudara yang paling aku cintai. Aku mengucapkan salam kepadanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku.


Aku menegurya,

“Abu Qatadah! Aku mohon dengan nama Allah, apakah kau tau bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya?”


Ia diam.


Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulangi permohonanku itu, namun ia tetap terdiam. Aku mengulanginya sekali lagi, tapi ia hanya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!”


Air mataku tidak tertahan lagi.

Kemudian aku kembali dengan penuh rasa kecewa.


Pada suatu hari, aku berjalan-jalan ke pasar kota Madinah. Tiba-tiba datanglah orang awam dari negeri Syam.


Orang itu biasanya mengantarkan dagangan ke kota Madinah. Ia bertanya, “Siapakah yang mau menolongku menemui Ka’ab bin Malik?”


Orang-orang di pasar itu menunjuk kepadaku, lalu orang itu datang kepadaku, dan menyerahkan sepucuk surat kepadaku dari raja Ghassan.


Setelah kubuka, isinya sebagai berikut, “… Selain dari itu, bahawa sahabatmu sudah bersikap dingin terhadapmu. Allah tidak menjadikan kau hidup terhina dan sirna. Maka, ikutlah dengan kami di Ghassan, kami akan menghiburmu!”


Hatiku berkata ketika membaca surat itu, “Ini juga salah satu ujian!”Lalu aku memasukkan surat itu ke dalam tungku dan membakarnya.


Pada hari yang ke-40 dari pengasinganku di kampung halaman sendiri, ketika aku menanti-nantikan turunnya wahyu tiba-tiba datanglah kepadaku seorang pesuruh Rasulullah saw. menyampaikan pesannya,


“Rasulullah memerintahkan kepadamu supaya kamu menjauhi isterimu!”


Aku semakin sedih, namun aku juga semakin pasrah kepada Allah, hingga terlontar pertanyaanku kepadanya, “Apakah aku harus menceraikannya atau apa yang akan kulakukan?”


Ia menjelaskan, “Tidak. Akan tetapi, kamu harus menjauhkan dirimu darinya dan menjauhkannya dari dirimu!”


Kiranya Rasulullah juga sudah mengirimkan pesannya kepada dua sahabatku yang bernasib sama.


Aku langsung memerintahkan kepada isteriku, “Pergilah kau kepada keluargamu

sampai Allah memutuskan hukumnya kepada kita!”


Isteri Hilal bin Umaiyah datang menghadap Rasulullah saw. lalu ia bertanya, “Ya Rasulullah,

sebenarnya Hilal bin Umaiyah seorang yang sudah sangat tua, lagi pula ia tidak memiliki seorang pembantu. Apakah ada keberatan kalau aku melayaninya di rumah?”


Rasulullah saw. menjawab, “Tidak! Akan tetapi ia tidak boleh mendekatimu!”


Isteri Hilal menjelaskan, “Ya Rasulullah! Ia sudah tidak bersemangat pada yang itu lagi.

Demi Allah, yang dilakukannya hanya menangisi dosanya sejak saat itu hingga kini!”


Ada seorang ahli keluargaku yang juga mengusulkan, “Cuba minta izin kepada Rasulullah

supaya isterimu melayai dirimu seperti halnya isteri Hilal bin Umayah!”


Aku menjawab tegas, “Tidak Aku tidak akan minta izin kepada Rasulullah saw.

tentang isteriku. Apa katanya kelak, sedangkan aku masih muda?”


Akhirnya, hari-hari selanjutnya aku hidup seorang diri di rumah. Lengkaplah bilangan malam

sejak orang-orang dicegah berbicara denganku menjadi 50 hari 50 malam.


Pada waktu sedang solat subuh di suatu pagi dari malam yang ke-50, ketika aku sedang duduk berdzikir meminta ampun dan mohon dilepaskan dari kesempitan hidup dalam alam yang luas ini. Tiba-tiba aku mendengar teriakan orang-orang memanggil namaku.


‘Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!


Wahai Ka’ab bin Malik, bergembiralah!”


Mendengar berita itu aku langsung sujud memanjatkan syukur kepada Allah.


Aku yakin pembebasan hukuman telah dikeluarkan. Aku yakin, Allah telah menurunkan ampunan-Nya.


Rasulullah menyampaikan berita itu kepada sahabat-sahabatnya seusai solat subuh bahawa

Allah telah mengampuni aku dan dua orang shahabatku.


Berlomba-lombalah orang mendatangi kami, hendak menceritakan berita germbira itu. Ada yang datang dengan berkuda, ada pula yang datang dengan berlari dari jauh mendahului yang berkuda.


Sesudah keduanya sampai di hadapanku, aku berikan kepada dua orang itu kedua pakaian yang aku miliki.


Demi Allah, saat itu aku tidak memiliki pakaian kecuali yang dua itu. Aku mencari pinjaman pakaian untuk menghadap Rasullah. Ternyata aku telah disambut banyak orang dan dengan serta merta mereka mengucapkan selamat kepadaku.


Demi Allah, tidak seorang pun dari muhajirin yang berdiri dan memberi ucapan selamat selain Thal’ah.


Sikap Thalhah itu tak mungkin aku lupakan. Sesudah aku mengucapkan salam kepada Rasulullah, mukanya tampak cerah dan gembira, katanya kemudian,


“Bergembiralah kau atas hari ini! Inilah hari yang paling baik bagimu sejak kau dilahirkan oleh ibumu!”


“Apakah dari Allah ataukah dari engkau ya Rasulullah?” tanyaku sabar.


“Bukan dariku! Pengampunan itu datangnya dari Allah!” jawab Rasul saw.


Demi Allah, aku belum pernah merasakan besarnya nikmat Allah kepadaku sesudah Dia memberi hidayah Islam kepadaku, lebih besar bagi jiwaku daripada sikap jujurku kepada Rasulullah saw.”


Ka’ab lalu membaca ayat pengampunannya itu dengan penuh haru dan syahdu, sementara air matanya berderai membasahi kedua pipinya.


“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan kepada-Nya saja. Kemudian, Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.”

(At-Taubah:118)


Terhenti seketika setelah membaca kisah Ka'ab Bin Malik, sebak rasanya dada apabila mendengar kisahnya dipulau oleh masyarakat mukmin pada ketika itu. Rasa cinta, rindu dan kasih sayang Ka'ab Bin Malik pada Allah dan Rasul mengatasi segalanya. Hinggakan pada saat akhir beliau ingin bertemu dengan rasulullah, beliau terpaksa meminjam pakaian dari sahabat yang lain kerana habis semua hartanya disedekahkan bagi menyatakan taatnya itu sampaikan harta terakhirnya 2 pasang pakaian disedekahkan kepada 2 orang sahabat yang menyampaikan berita gembira tersebut. Sukar untuk menyatakan rasa cinta, rindu dan kasih sayang tanpa ada pengorbanan.


Jika hendak diukur rasa cinta para sahabat Rasulullah berbanding dengan kita hari ini pada Allah dan Rasul, bagaikan jauh panggang dari api, kerana begitu jauh sekali rasa kehambaan kita pada Allah dan Rasul. Masih ada lagi cinta akan dunia, anak-isteri, pekerjaan dan sebagainya dalam diri kita. Kalau kita renung akan kisah sahabat Rasulullah saw, iaitu Ka'ab Bin Malik r.a, bagaimana beliau mendapat perintah supaya dipisahkan dari masyarakat, keluarga dan paling rapat adalah isteri dalam menyatakan cinta pada Allah dan Rasul ini. Begitu taatnya para sahabat pada perintah Allah dan Rasul.


Sekian dahulu coretan untuk kali ini, semoga kita mendapat sedikit iktibar daripada kisah tersebut dan banyakkan muhasabah diri, semoga dibukakan hati untuk lebih mencintai Allah dan Rasul.

Wabillahi Taufik wal Hidayah, wassalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh.

Wassalam.

Isnin, 25 Oktober 2010

Melangkah ke alam dewasa....





Assalamualaikum wrh.wbkth, salam keatas junjungan mulia Nabi akhir zaman Muhammad S.A.W, keatas para sahabat baginda Abu Bakar, Umar, Uthman dan Ali r.a, seluruh makhluk yang menghuni alam ini...semoga berada didalam rahmatNya.




Alhamdulillah syukur keatas Allah kerana dengan izin dan limpah kurniannya dapat kita meneruskan perjuangan hidup ini dan masih diberi kesempatan untuk menulis blog ini, semoga perjalanan blog ini tidak menyimpang dari perjalanan hidup seorang hamba, insya'Allah.




Hari ini Isnin 25 oktober 2010, bersamaan dengan 17 Zulqaedah 1431 Hijrah, ilham yang diberi untuk membawa tajuk pada hari ini adalah "Melangkah ke alam dewasa", kalau disebut berkaitan dengan tajuk ini pasti terlintas dibenak hati kalian alam perkahwinan kan? Alam dewasa dan alam perkahwinan sememangnya tidak dapat dipisahkan umpama isi dengan kuku, umpama lirik dan lagu, umpama bunga dan bau dan sebagainya bentuk perumpamaan. Akan tetapi didalam tajuk kali ini aku lebih menumpukan soal alam dewasa berbanding dengan alam perkahwinan kerana alam dewasa skopnya lebih luas.




"Melangkah ke alam dewasa..." merupakan suatu perjalanan yang sukar dan penuh dengan cabaran dan godaan. Di alam dewasa segalanya bergantung keatas diri kita dalam membuat sebarang keputusan. Silap dalam membuat perhintungan dan keputusan maka akibat dan impaknya cukup besar. Silap langkah sahaja maka meranalah diri, deritalah jiwa. Oleh yang demikian perlunya ada tempat atau mentor atau seorang arifin (orang berilmu) sebagai rujukan dalam membuat sebarang keputusan.




Melangkah alam dewasa yang cuba aku kupaskan bukanlah bergantung kepada usia kerana alam dewasa ini suatu perkara yang subjektif. Adakala umur seseorang itu sudah menjangkau 60-an tetapi gerak gayanya masih di alam kanak-kanak mahupun alam remaja. Alam kedewasaan ini suatu alam yang mana cara percakapan, pemikiran, perbuatan serta tingkah lakunya matang dalam segala hal.




Menuju ke alam dewasa tidak semestinya perlu melangkah ke alam perkahwinan dan menuju ke alam perkahwinan juga tidak semestinya membuatkan seseorang itu dewasa. Akan tetapi apabila menuju ke alam perkahwinan maka ia juga proses dalam pembentukan alam dewasa. Tanpa menempuh alam perkahwinan, agak sukar bagi seseorang itu untuk menempuh alam dewasa kecuali dengan rahmat daripada Illahi.




Alam dewasa merupakan suatu alam yang mana gaya pemikiran, percakapan, perbuatan serta gerak lakunya akan menjadi model insan iaitu disebut qudwatul hasannah yakni contoh ikutan yang baik. Seorang insan yang layak untuk dijadikan model insan hanyalah insan agung, kekasih Allah iaitu nabi akhir zaman Muhammad S.A.W. Insan mulia yang menyebarkan suatu cara hidup yang mulia dan harmoni iaitu Islam dan Iman.




Seperti tajuk yang sebelum ini, banyak penulis sentuh soal melangkah, kerana untuk melangkah memerlukan suatu keputusan yang nekad dan jitu supaya tiada sebarang keputusan lain yang meracuni fikiran ketika membuat sebarang keputusan dalam melangkah. Oleh yang demikian, tajuk kali ini menyentuh soal melangkah ke alam dewasa iaitu keputusan dan usaha serta iktikad kita dalam menuju ke alam dewasa.




Proses dalam melangkah ke alam dewasa adakalanya memerlukan beberapa persiapan, akan tetapi ia bergantung juga pada diri seseorang. Adakalanya seseorang itu memulakan langkah tanpa berfikir panjang kerana baginya segala ketentuan itu adalah hak milik Allah Ta'ala, baginya kerja atau urusan seorang hamba itu hanyalah berusaha, berikhtiar dan bertawakal. Segala-gala ketentuan hanya serah pada yang Maha Berkuasa dan Maha Bijaksana. Jenis orang sebegini akan belajar setiap masa dan keadaan. Setiap perkara yang terjadi itu pengajaran baginya dan diambil sebagai ikhtibar dalam mempersiapkan diri untuk perjalanan yang seterusnya.



Selain itu, ada juga seseorang itu mengambil jalan ilmu dalam mempersiapkan diri bagi menempuh alam dewasa ini supaya setiap perkara yang terjadi sudah menjadi ikhtibar baginya kerana persiapan diri sudah dibekal, seumpama sang pengembara dibekalkan ilmu alam, bela diri dan agama sebelum memulakan sesuatu perjalanan supaya jika ditimpa kesusahan, sang pengembara tahu jalannya kembali dan tidak terus tersesat dengan perjalanannya. Apabila ikhtibar yang berlaku sudah difahaminya maka datangnya syukur pada diri seseorang hamba.



Adakalanya dalam menempuh alam dewasa ini, seseorang itu tidak mempersiapkan diri.  Baginya segala yang berlaku adalah bergantung pada dirinya.  Akan tetapi orang yang sebegini akan menempuh juga alam dewasa tetapi akan melalui pelbagai dugaan dan cabaran yang amat sukar, jika berkahwin beliau akan bercerai-berai, jika berharta, hartanya akan habis sehingga jatuh muflis, jika berkedudukan tinggi dalam masyarakat, beliau akan jatuh dihina sehingga tiada siapa lagi menghormatinya sehinggalah beliau bertemu dengan sang arifin (orang yang berilmu) yang akan memimpin beliau kembali ke jalan yang haq.




(Gambar diatas sekadar hiasan sahaja) 



Selain itu, ada juga yang langsung tidak mahu ambil peduli soal melangkah alam dewasa, baginya setelah melangkah ke alam perkahwinan sudah memadai baginya. Dan akhirnya beliau sendiri terpedaya dengan ideologinya sendiri dan terus tersesat dan sukar baginya untuk kembali melainkan dengan rahmat dari Illahi.


Begitulah beberapa situasi bagi mereka yang akan melangkah ke alam dewasa, ada yang bertemu semasa melangkah, ada juga sudah mendalami ilmu sebelum melangkah dan apabila melangkah beliau sudah memahami apa yang terjadi, ada juga yang diuji dengan pelbagai cubaan dan godaan yang amat pahit kerana atas kesombongannya serta keangkuhannya untuk menempuh alam dewasa akhirnya setelah diuji dan beliau sedar bahawa beliau seorang hamba yang tiada daya upaya, tiada ilmu dan harta yang hendak dibangga, akhirnya beliau pasrah dan diberi kefahaman dalam menempuh alam dewasa. Dan akhirnya, ada juga yang langsung tidak menempuh alam dewasa kerana kejahilannya dan terpedaya dengan ilmunya.



Allah berfirman didalam Surah al-Dzariyat : ayat 56

"Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku (Allah)"



Alam dewasa yang cuba daku huraikan bukanlah alam usia yang bermaksud daripada usia kanak-kanak hingga ke dewasa akan tetapi ia merupakan suatu alam yang perlu dicari dalam proses perubahan diri.


Akhir kalam, dalam menuju ke alam dewasa memerlukan suatu langkah yang jitu dan mantap supaya perjalanan kita mendapat keredhaanNya dan limpah kurniaNya.


Wabillahi taufik wal hidayah,wassalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh...


wassalam...

Khamis, 21 Oktober 2010

Seindah rasa, semurni kata, setulus jiwa.....



Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, selawat dan salam keatas junjungan mulia nabi akhir zaman, pelengkap sekalian nabi yang menghidupkan jiwa-jiwa usang kepada jiwa yang penuh dengan keimanan dan kerahmatan. Berbahagialah kepada mereka-mereka yang menhidupkan jiwa-jiwa yang usang kepada jiwa-jiwa yang penuh dengan cahaya Islam dan Iman.

Dalam meneruskan kehidupan yang fana ini memerlukan suatu arah dan tujuan yang jelas bagi memudahkan perjalanan dan segala urusan.

Seindah rasa, semurni kata, setulus jiwa...menjadi suatu aspirasi bagi diriku untuk meneruskan penulisan dilaman sesawang blog ini. Ilham kepada pembuka tajuk yang diberikan agak sukar untuk dikupaskan akan tetapi rasa kehambaan dalam diriku membuat ku pasrah meneruskan bibit huruf dan terus menyusun ayat mengikut rentak yang Engkau berikan ya rabbul izzati, jari-jemari ku begitu laju menaip apa saja yang terlintas difikiran, semoga apa yang cuba disampaikan tidaklah menyimpang dari kebenaran atau jauh sekali menjerumus diri ini kelembah kesesatan yang tiada penghujungan.

Sesuatu yang indah dalam rasa, murninya kata-kata, setulus jiwa yang tulus mencintai Illahi dan menghambat rasa rindu pada kekasihmu yang satu Muhammadur Rasulullah. Sesuatu yang sukar untuk diluahkan dengan kata-kata, indahnya iman bila disuburi dengan amal yang soleh, jiwa yang penuh dengan kebaikan dan kemurnian membawa diri ini kelembah keredhaan mu Ya Rabbi.




Adakala diri ini sukar untuk meneruskan langkah bila fitnah dunia menghujani tanpa belas dan kasihan. Hanya ketabahan iman dan cinta akan Rasul membuatkan diri ini terus melangkah ke jalan yang satu. Ketabahan Rasul dan para sahabat mempertahankan deen Allah yang satu membuatkan diri ini kembali bangun dari kelalaian yang diciptakan oleh diri sendiri.











"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karana sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik"(Surah al.Baqarah,2:195)





"Lailahaillah Muhammadurrasulullah"

Indahnya rasa bila diri ini menyebut dua kalimah syahadah, murninya kata bila syahadah dikeluarkan dengan setulus jiwa. Hilang segala kekusutan dunia, masalah yang ditimbulkan diri sendiri dan segalanya lenyap entah kemana.



Sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang bermaksud:

"Dari Jabir Radiallahuanhu, daripada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam Baginda bersabda: Bagi setiap penyakit itu ada ubatnya, maka apabila ubat serasi dengan penyakit, ia akan sembuh dengan izin Allah Azzawajalla."(Riwayat Al-Imam Muslim).



Penyakit hati kini melanda umat Islam, sukakan dunia, cintakan dunia, senang dengan kemewahan, lebih banyak ketawa daripada sedih menangisi akan nikmat seorang hamba. Maka dari situ timbulnya penyakit kedekut, bakhil, sombong, riak, ujub dan segala macam sifat mazmumah. Daripada penyakit batin tersebut maka zahirlah penyakit zahir iaitu kencing manis, diabetes, darah tinggi, jiwa yang kosong dan tandus dan sebagainya. Adakala mengakibatkan rumahtangga yang berantakan, tiada lagi kasih sayang dalam rumahtangga, hilangnya hormat-menghormati didalam keluarga.

Tidakkah kamu mencampakkan diri kamu dalam kebinasaan? Maka kembalilah ke jalan yang satu. Berpeganglah pada dua kalimah syahadah, jadilah seorang hamba yang taat, berbuatlah kebajikan dan amal kebaikan, semoga Allah dan Rasul merahmati kalian, insya'Allah.

Rabu, 20 Oktober 2010

Apabila Sang Pungguk berbicara.....


Assalamualaikum Warahmatullahiwabarakatuh... salam sejahtera dan salam perjuangan kepada seluruh umat manusia yang terus berjuang meneruskan kehidupan dunia yang tiada penghujungan sehingga akhir hayat, semoga ada kesempatan menukar jalan ke jalan yang diredhai dan dirahmati NYA.

Hampir empat bulan selepas pemergian Ayahnda yang dikasihi, aku diam, sepi, membisu, tanpa berita, hanyalah kepada mereka yang amat hampir dengan ku sahaja tempat ku luangkan masa dan ketika.

Aku jarang dan tidak pernah menceritakan kisah peribadiku didalam blog, cuma sesekali tersasar jua akibat dihimpit perasaan dan kehendak diri yang menikam kalbu. Benar kata ilmuan kalam yang keluar berbentuk huruf lebih bisa dari suara kerana disitu terpahatnya jiwa.

Perjalanan dan aturan langkah demi langkah dalam menempuh alam dunia perlulah diperkemaskan bagi persiapan diri dalam menuju ke jalan hakiki.


Apabila Sang Pungguk berbicara, dunia sekeliling sepi dan sunyi bagi mendengar tutur kata Sang Pungguk yang selama ini diam membisu seribu bahasa sambil memandang bulan tanpa kerdipan mata.

Diamnya Sang Pungguk kerana memikirkan diri ini hanyalah seorang hamba, tiada daya upaya, tiada harta yang mampu untuk berbicara. Daya seorang hamba hanya akur pada suruhan Tuannya, tiada lagi masa atau ketika untuk memikirkan kehendak diri dan kepuasan hati. Apa yang terlintas dihati hanyalah suruhan Tuan yang mesti dipenuhi.

Sang Pungguk masih belum berbicara, apa yang terlintas hanyalah muhasabah seorang hamba, bertelaku, diam membatu diri sambil fikiran jauh melayang memikirkan kebesaran Ilahi. Kecil dan hinanya diri ini untuk berbicara walau sepatah perkataan, adakah kalam yang bakal keluar dari mulut kecil ini diredhai oleh Tuan empunya kalam?

Dunia masih diam membisu, sunyi seketika menunggu saat Sang Pungguk berbicara. Akan tetapi Sang Pungguk masih diam membisu dan masih memikirkan kalam apakah yang mampu seorang hamba berbicara. Supaya kalam hamba itu tetap kalam hamba dan bukanlah kalam Sang Pencipta. Takutnya Sang Pungguk kepada Sang Pencipta kerana dalam diri seorang hamba tiada apa yang hendak dibicarakan.

Akhirnya Sang Pungguk berbicara jua, katanya "Terima kasih wahai Sang Pencipta kerana hamba masih seorang hamba dan hamba bersyukur dengan rahmat dan kurniaan Mu". Dunia yang sunyi dan sepi mula kembali berbicara, selama Sang Pungguk diam membisu itu sahajakah yang ingin dibicarakan? Kenapa Sang Pungguk tidak menceritakan kisah dirinya yang lama menyepi diri?

Akan tetapi Sang Pungguk pun kembali kepada kedudukan asalnya mendiam diri sambil merenung rembulan mengambang di tengah malam yang sunyi.

Dunia juga tidak lagi mempedulikan Sang Pungguk kerana baginya biarlah Sang Pungguk dengan caranya kerana dunia tetap dunia dan Sang Pungguk tetap Sang Pungguk.



Sekian dulu kisah Apabila Sang Pungguk berbicara, tiada kalam, tiada suara, hanya huruf tersusun mengikut rentakNya.

Wabillahi taufik walhidayah...wassalam